Propinsi Maluku cukup menarik kita kaji dan kita ambil contoh untuk menarik hikmah dalam menapaki perjalanan peradaban, setelah cukup lama dilanda konflik horisontal antar masyarakat ummat beragama yang merenggut ribuan korban nyawa pada kedua belah pihak. Sebuah propinsi yang merupakan gugusan pulau-pulau tersebar luas sepanjang 1.500 km dan lebar 1.600 km adalah gugusan pulau-2 dan dihuni masyarakat ditengah laut sumber penghasil ikan, hasil kelautan, kayu dan bahkan emas.
Kondisi sosial masyarakat Maluku yang terdiri dari warga asli lokal, warga pendatang dari luar Maluku (mayoritas Sulawesi Selatan ditambah Jawa-Sumatera) dan minoritas etnis non-pri keturunan Cina, seolah hidup dalam kerukunan selama 32 tahun. Masyarakat menjalani kehidupan dengan pelayanan fasilitas transportasi, pencukupan kebutuhan poko, kesehatan, pendidikan dlsb dalam keadaan yang cukup memadai. Namun demikian, panas sekam potensi konflik sebenarnya eksis melanda dalam warga asli lokal, akibat kombinasi kesenjangan sosial-ekonomi antar warga, pelaksanaan keagamaan yang berdekatan dalam tata-kota wilayah pemukiman yang sempit-heterogen, banyaknya pengangguran, terputusnya tali kekerabatan tradisi sosial warga Maluku dan gap sosial-ekonomi antara pengusaha besar perikanan dan rakyat Maluku serta polarisasi warga pemeluk agama yang dilanda konflik. Keadaan komplikasi masalah sosial-ekonomi demikian menjadikan konflik berlangsung cukup lama, meruntuhkan tatanan / pranata fisik-sosial-ekonomi setempat- (Kantor Pemerintah, Universitas, prasarana ibadah, rumah tinggal dan sekolah). Konflik berkepanjangan ini sudah mengancam hilangnya Jati Diri Sosial masyarakat Maluku, sakibat semangat Masohi-yakni perluasan fanatisme - militansi konflik keseluruh wilayah / pelosok Maluku dan keluar wilayah Maluku. Rasa kepercayaan pada kepemimpinan Pemerintah Pripinsi dan kabupaten runtuh dan mengkristalnya asa ketidak percayaan antara dua kelompok yang konflik. Rakyat Maluku seolah tidak memiliki masa depan yang pasti.
Proses perjalanan rakyat Maluku secara berangsur mulai merasakan keletihan dan dilain pihak masih ada sekelompok orang yang memiliki kesadaran untuk menghentikan konflik bersama Pemerintah (Pusat dan Daerah). Kesepakatan penghentian konflik (perdamaian) dapat dilakukan di berbagai daerah yakni Maluku Tenggara dan Maluku Utara, yang seterusnya di Maluku Tengah. Fase perdamaian, kemudian diikuti pemisahan propinsi Maluku menjadi 2, yakni Maluku Utara (ibukota ternate) dan Maluku (tetap Ambon) sebagai wujud adanya kesamaan sosiologis dan kebutuhan pengelolaan kepemerintahan & pelayan bagi masyarakat. Fase tersebut dilalui dengan adanya pejabat kepala pemerintah daerah yang bersifat sementara – untuk menciptakan keamanan dan stabilisasi. Selanjutnya dilakukan suksesi kepala pemerintahan daerah (kepala daerah) secara definitif melalui pemilihan di DPRD. Maluku Utara dipimpin oleh seorang sipil dan Maluku dipimpin oleh seorang warga asli prun. TNI-AD Maluku (Brigjen purn.Karel Rahalu). Keduanya memperoleh penerimaan yang cukup baik pasca Pemilu. Semangat dukungan pada saat pemilihan di Maluku sempat menimbulkan kekhawatiran di Maluku., karena Maluku selama ini dipimpin oleh warga Muslim.
Bahkan pada Pemilihan Langsung Pilgub tahun 2008, Brigjen TNI Purn. Karel Ralahalu yang diusung oleh PDIP mampu memperoleh 65% suara (terbesar kedua setelah Gubernur Fadel Muhammad 85%). Semenjak awal memimpin Maluku, hingga kini...Gubernur Karel ini boleh saya bilang "tidak basa basi dalam Merakyat !. Bayangkan apabila bulan Puasa..rumahnya Open untuk warga Muslim, dari Buka puasa hingga jam 3 pagi untuk Puasa SEBULAN PENUH !. Tutur katanya lembut, rajin keliling desa, keluar masuk kampung di seantero Maluku. Aku jadi terharu, setelah mengetahui isterinya Pendeta. Sikapnya yang "cool" diperlihatkan sejak pangkat Kolonel di MABES-AD, semenjak menangani Pemulihan dan konflik Maluku di Jakarta bersama tim dari UI (Prof. Leirisa, Dr. Imam Prasodjo, Ir. Soewito Alm, Saya sbg Kordinator) bersama tim TNI-AD (dikordinir Mayjend Saurip Kadi)
Kiprah perwira TNI yang terlihat gigih sejak konflik dan panggilan nurani untuk mimimpin Maluku, nampak dari kesiapan Keteguhan Sikap, Niat dan Kepribadian yang mengkristal pada Visi pribadi yang jelas dalam membangun peradaban Maluku. Kini, kemampuan memimpin, mengkoordinasikan dan mengkonsolidasikan baik internal Pemerintahan Maluku maupun dengan Pemerintah Pusat beserta masyarakat Maluku. Tantangan penuntasan konflik sebagaimana dijadikan agenda utama, telah ditampilkan dengan jawaban nyata dalam peran serta masyarakat Maluku dengan dukungan nelayan, penciptaan kesempatan usaha di berbagai sektor. Manusia-masyarakat Maluku menjadi faktor utama dalam strategi-kebijakannya. Kini, tantangan yang ada adalah: Rehabilitasi sosial-fisik baik mutu prasarana fisik, yang meliputi pendidikan, kesehatan, transportasi dll untuk pembangunan rakyat Maluku sedemikian sehingga yang mempu mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi dan mengurangi pengangguran dalam rangka sasaran utama kemajuan-kesejahteraan raklyat Asli Maluku.
Sejalan rehabilitasi, Maluku Utara dan Maluku memiliki kekayaan hasil laut Maluku dan tambang emas yang sangat besar, yang bukan saja mampu memberi & mencukup bagi sumber penghasilan Maluku, bahkan juga kepada Pusat dan daerah lain. Laut Arafuru yang menjadi pusat penangkapan ikan, dapat menghasilkan devisa dari penjualan ikan minimal Rp.15 trilliun, belum wilayah perairan laut Banda, laut-laut lain. Apabila dikaji cermat, kedua propinsi ini mampu menghasilkan devisa nasional setiap tahun lebih Rp. 25 triliun dari hasil laut. Sedang dari emas, deposit yang cukup besar di gugusan pulau-pulau Makian, Tanimbar , Seram, Buru dlsb paling sedikit dapat menghasilkan Rp. 2 triliun. Mengingat eksploitasi sumber kekayaan alam Maluku berupa kelautan dan emas ini sangat berbeda dengan eksplorasi Migas (Riau, Kaltim, Aceh), maka Pemerintah daerah memiliki tantangan optimalisasi sumber-2 tersebut bagi daerah yang meliputi:
• Perhitungan, Kajian dan Analisa secara cermat, serius dan independen atas nilai riil pemerolehan devisa Maluku dari penangkapan hasil laut (ikan, udang, teripang, mutiara dll), dalam rngaka untuk perumusan dasar penetapan Kiat-Strategi Kebijakan Pemerintah Maluku dalam hal Pemerolehan Asli Daerah yang sangat vital untuk rehabilitas dan pembangunan kedepan kemajuan-kesejahteraan rakyat Maluku secara mandiri,
• Perencanaan yang cermat untuk dukungan Prosesing hasil kelautan bagi nelayan (pasca panen), agar dapat memberi perlindungan nilai jual hasil dan pemerolehan nilai tambah yang cukup baik / besar bagi nelayan, baik industri-cold storage, transportasi, akses pasar,
• Pembangunan generasi muda rakyat Maluku – khususnya pembangunan pendidikan / akademi teknik menengah yang disesuaikan keunggulan lokal, khususnya kelautan-perikanan dan tambang, dalam rangka memberi jawaban atas pengisian kesempatan usaha, kesempatan kerja dan kebutuhan tenaga ahli menengah dari warga asli Maluku demi untuk kemajuan-kesejahteraan rakyat Maluku kedepan, sekaligus memadamkan akar masalah penyebab konflik dan
* Pembangunan jati diri sosial rakyat Maluku, termasuk Membangun Kebudayaan Maluku, baik Arts, Seni Musik, Lukis, Tari...untuk Kelembutan Etnis Maluku ya Pak Karel.
Terus Berjuang P.Karel Ralahalu ! GBU !
Kondisi sosial masyarakat Maluku yang terdiri dari warga asli lokal, warga pendatang dari luar Maluku (mayoritas Sulawesi Selatan ditambah Jawa-Sumatera) dan minoritas etnis non-pri keturunan Cina, seolah hidup dalam kerukunan selama 32 tahun. Masyarakat menjalani kehidupan dengan pelayanan fasilitas transportasi, pencukupan kebutuhan poko, kesehatan, pendidikan dlsb dalam keadaan yang cukup memadai. Namun demikian, panas sekam potensi konflik sebenarnya eksis melanda dalam warga asli lokal, akibat kombinasi kesenjangan sosial-ekonomi antar warga, pelaksanaan keagamaan yang berdekatan dalam tata-kota wilayah pemukiman yang sempit-heterogen, banyaknya pengangguran, terputusnya tali kekerabatan tradisi sosial warga Maluku dan gap sosial-ekonomi antara pengusaha besar perikanan dan rakyat Maluku serta polarisasi warga pemeluk agama yang dilanda konflik. Keadaan komplikasi masalah sosial-ekonomi demikian menjadikan konflik berlangsung cukup lama, meruntuhkan tatanan / pranata fisik-sosial-ekonomi setempat- (Kantor Pemerintah, Universitas, prasarana ibadah, rumah tinggal dan sekolah). Konflik berkepanjangan ini sudah mengancam hilangnya Jati Diri Sosial masyarakat Maluku, sakibat semangat Masohi-yakni perluasan fanatisme - militansi konflik keseluruh wilayah / pelosok Maluku dan keluar wilayah Maluku. Rasa kepercayaan pada kepemimpinan Pemerintah Pripinsi dan kabupaten runtuh dan mengkristalnya asa ketidak percayaan antara dua kelompok yang konflik. Rakyat Maluku seolah tidak memiliki masa depan yang pasti.
Proses perjalanan rakyat Maluku secara berangsur mulai merasakan keletihan dan dilain pihak masih ada sekelompok orang yang memiliki kesadaran untuk menghentikan konflik bersama Pemerintah (Pusat dan Daerah). Kesepakatan penghentian konflik (perdamaian) dapat dilakukan di berbagai daerah yakni Maluku Tenggara dan Maluku Utara, yang seterusnya di Maluku Tengah. Fase perdamaian, kemudian diikuti pemisahan propinsi Maluku menjadi 2, yakni Maluku Utara (ibukota ternate) dan Maluku (tetap Ambon) sebagai wujud adanya kesamaan sosiologis dan kebutuhan pengelolaan kepemerintahan & pelayan bagi masyarakat. Fase tersebut dilalui dengan adanya pejabat kepala pemerintah daerah yang bersifat sementara – untuk menciptakan keamanan dan stabilisasi. Selanjutnya dilakukan suksesi kepala pemerintahan daerah (kepala daerah) secara definitif melalui pemilihan di DPRD. Maluku Utara dipimpin oleh seorang sipil dan Maluku dipimpin oleh seorang warga asli prun. TNI-AD Maluku (Brigjen purn.Karel Rahalu). Keduanya memperoleh penerimaan yang cukup baik pasca Pemilu. Semangat dukungan pada saat pemilihan di Maluku sempat menimbulkan kekhawatiran di Maluku., karena Maluku selama ini dipimpin oleh warga Muslim.
Bahkan pada Pemilihan Langsung Pilgub tahun 2008, Brigjen TNI Purn. Karel Ralahalu yang diusung oleh PDIP mampu memperoleh 65% suara (terbesar kedua setelah Gubernur Fadel Muhammad 85%). Semenjak awal memimpin Maluku, hingga kini...Gubernur Karel ini boleh saya bilang "tidak basa basi dalam Merakyat !. Bayangkan apabila bulan Puasa..rumahnya Open untuk warga Muslim, dari Buka puasa hingga jam 3 pagi untuk Puasa SEBULAN PENUH !. Tutur katanya lembut, rajin keliling desa, keluar masuk kampung di seantero Maluku. Aku jadi terharu, setelah mengetahui isterinya Pendeta. Sikapnya yang "cool" diperlihatkan sejak pangkat Kolonel di MABES-AD, semenjak menangani Pemulihan dan konflik Maluku di Jakarta bersama tim dari UI (Prof. Leirisa, Dr. Imam Prasodjo, Ir. Soewito Alm, Saya sbg Kordinator) bersama tim TNI-AD (dikordinir Mayjend Saurip Kadi)
Kiprah perwira TNI yang terlihat gigih sejak konflik dan panggilan nurani untuk mimimpin Maluku, nampak dari kesiapan Keteguhan Sikap, Niat dan Kepribadian yang mengkristal pada Visi pribadi yang jelas dalam membangun peradaban Maluku. Kini, kemampuan memimpin, mengkoordinasikan dan mengkonsolidasikan baik internal Pemerintahan Maluku maupun dengan Pemerintah Pusat beserta masyarakat Maluku. Tantangan penuntasan konflik sebagaimana dijadikan agenda utama, telah ditampilkan dengan jawaban nyata dalam peran serta masyarakat Maluku dengan dukungan nelayan, penciptaan kesempatan usaha di berbagai sektor. Manusia-masyarakat Maluku menjadi faktor utama dalam strategi-kebijakannya. Kini, tantangan yang ada adalah: Rehabilitasi sosial-fisik baik mutu prasarana fisik, yang meliputi pendidikan, kesehatan, transportasi dll untuk pembangunan rakyat Maluku sedemikian sehingga yang mempu mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi dan mengurangi pengangguran dalam rangka sasaran utama kemajuan-kesejahteraan raklyat Asli Maluku.
Sejalan rehabilitasi, Maluku Utara dan Maluku memiliki kekayaan hasil laut Maluku dan tambang emas yang sangat besar, yang bukan saja mampu memberi & mencukup bagi sumber penghasilan Maluku, bahkan juga kepada Pusat dan daerah lain. Laut Arafuru yang menjadi pusat penangkapan ikan, dapat menghasilkan devisa dari penjualan ikan minimal Rp.15 trilliun, belum wilayah perairan laut Banda, laut-laut lain. Apabila dikaji cermat, kedua propinsi ini mampu menghasilkan devisa nasional setiap tahun lebih Rp. 25 triliun dari hasil laut. Sedang dari emas, deposit yang cukup besar di gugusan pulau-pulau Makian, Tanimbar , Seram, Buru dlsb paling sedikit dapat menghasilkan Rp. 2 triliun. Mengingat eksploitasi sumber kekayaan alam Maluku berupa kelautan dan emas ini sangat berbeda dengan eksplorasi Migas (Riau, Kaltim, Aceh), maka Pemerintah daerah memiliki tantangan optimalisasi sumber-2 tersebut bagi daerah yang meliputi:
• Perhitungan, Kajian dan Analisa secara cermat, serius dan independen atas nilai riil pemerolehan devisa Maluku dari penangkapan hasil laut (ikan, udang, teripang, mutiara dll), dalam rngaka untuk perumusan dasar penetapan Kiat-Strategi Kebijakan Pemerintah Maluku dalam hal Pemerolehan Asli Daerah yang sangat vital untuk rehabilitas dan pembangunan kedepan kemajuan-kesejahteraan rakyat Maluku secara mandiri,
• Perencanaan yang cermat untuk dukungan Prosesing hasil kelautan bagi nelayan (pasca panen), agar dapat memberi perlindungan nilai jual hasil dan pemerolehan nilai tambah yang cukup baik / besar bagi nelayan, baik industri-cold storage, transportasi, akses pasar,
• Pembangunan generasi muda rakyat Maluku – khususnya pembangunan pendidikan / akademi teknik menengah yang disesuaikan keunggulan lokal, khususnya kelautan-perikanan dan tambang, dalam rangka memberi jawaban atas pengisian kesempatan usaha, kesempatan kerja dan kebutuhan tenaga ahli menengah dari warga asli Maluku demi untuk kemajuan-kesejahteraan rakyat Maluku kedepan, sekaligus memadamkan akar masalah penyebab konflik dan
* Pembangunan jati diri sosial rakyat Maluku, termasuk Membangun Kebudayaan Maluku, baik Arts, Seni Musik, Lukis, Tari...untuk Kelembutan Etnis Maluku ya Pak Karel.
Terus Berjuang P.Karel Ralahalu ! GBU !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar