Minggu, 22 Februari 2009

Indonesia Kedepan: GALANG LAHIRNYA UU Ttg "TANGGUNG JAWAB RENTENG Seluruh Pegawai Bank Indonesia & Departemen Keuangan RI" !




Oleh Sunan Mursyid

Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo, guru besar FEUI menyatakan bahwa 90% Rakyat Indonesia hidup senantiasa punya "Hutang: entah dari Keluarga, family, rentenir, teman..dan kini setelah Orde Baru dari Bank (Credit Card, Modal Kerja, Investasi, KPR dlsb)!.

Indonesia setelah 1968 (Orde Baru dan selanjutnya), dengan peran ekonom dari FEUI ~ yang meyakini paham Neo Keynes..dengan Paradigma yang sangat Berlebihan, sangat mendewakan azas Pertumbuhan (sebagai Trilogi II dari Trilogi, Stabilitas & Pemerataan). Untuk mendongkrak negara tumbuh pesat...dibutuhkan Leverage (untuk Investasi)...dari Hutang Negara (IMF, Bilateral & Bank Dunia). Trilogi Pembangunan telah MELIBAS semua "sistem nilai sosial dan hak-2 azasi rakyat", dan menjadi setengah Tuhan: Hak-2 Keadilan sosial-ekonomi-politik, Aspirasi, Lahan adat & rakyat daerah, untuk DEMI PERTUMBUHAN PEMBANGUNAN EKONOMI !!. Selama 32 tahun, seolah rakyat mati suri bila mau menentang "Penyeragaman & pemusatan kekuasaan" untuk Pertumbuhan, dan bila menentang berarti melawan Trilogi-I: Menganggu STABILITAS ! Luar biasa hebat: Hak-hak adat lahan diberangus dengan ketentuan HPH (Hak Penguasaan Hutan). Meskipun dalam perjalannya, kini penguasaan aset-2 tsb dikuasai oleh Segilintir orang di Jakarta...dan kini akan MENJADI KENISCAYAAN: DIREBUT KEMBALI oleh yang BERHAK (baik melalui Bangkitnya daerah untuk Tuntutan Pembagian Perimbangan Pusat Daerah, Hak Lembaga Adat)!!.

Demi azas pertumbuhan, uang negara & devisa nasional..hampir 90% (khususnya BLBI) digelontorkan pada segilintir orang / pengusaha, dan kini ? Lebih Rp. 1.000 trilyun masih dikemplang !. Untuk menjamin kembalinya Uang Negara yang dihutang Rakyat / Swasta, dikeluarkan UU tentang Tanggung Jawab Renteng pada Perusahaan atau Hak Sita Jaminan atas Pinjaman/kredit bank perorangan/ rumah tangga. Kini: terkuak dengan TELANJANG BULAT: Jaminan aset para Pengemplang BLBI Konglomerasi ...sebagian BODONG ! (hanya surat tanah yang tumpang tindih), dan nilainya JAUUHHHH LEBIH RENDAH..maks 30% dari Pinjaman ~ itupun kalau bisa dijual, kenyataannya bermasalah lagi !.

Untuk perorangan / rakyat: pinjaman sebagian besar dijamin Rumah Tinggal/kantor bekerja. Nilainya, melebihi dari pinjaman !. Namun total pinjaman perorangan /rumah tangga tidak kurang dari 20% BLBI yang dikemplang. Pasca 1998 hingga kini, sudah banyak yang di-eksekusi, untuk membayar kembali hutang bank. Namun cukup banyak...yang meninggalkan DERITA: Stress, gila, bunuh diri, cerai, penganggur, bahkan ada yang NEKAD jadi AGEN SELUNDUPKAN NARKOBA, dan ketangkap, kini sudah di Vonis HUKUMAN MATI (Ibu Rumah Tangga di LP-Tangerang)...untuk membayar Hutang Bank yang sudah dieksekusi. Sebagian besar Debitur Rakyat Perorangan / perusahaan cukup setia mBayar Pajak (PBB,berbagai PPn yang dikonsumsi) pada Ditjen Pajak -Depkeu RI. Karena rumah tinggal / kantor kalau dijuall ~ sudah hampir 100% Harus Bayar PBB TUNAI, berapapun yang ditunggak. Nilai pendapatan Negara dari Pajak..naik dan DINAIKKAN terus menerus. Pada masa Pemerintahan Megawaty-Hamzah, PBB dinaikkan: hampir 35% di seluruh Indonesia, dan naik terus tiap tahun lebih 10%...ENGGAK PEDULI RAKYAT SUSAH atau Jobless atau bahkan FORCE MAJEUR (Negara Gagal)..PBB naik terus.

Nah kini dengan "Masih dikemplangnya BLBI yang sangat besar...lebih Rp.1.000 trilyun dan Keuangan Negara yang dikelola oleh Depkeu RI, kita harus sadar & bangkit: Bahwa BI & DEPKEU RI, JUGA HARUS "BERTANGGGUNG JAWAB ATAS UANG YANG DIKELOLA"!...sebagai Penegakan :
1. Azas BERTANGGUNG JAWAB (ACCOUNTABLE..bukan Auditable) Pengelolaan,
2.Azas Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Sila ke-3 dari PANCASILA !).

Enak bener...rakyat hutang Rp.20 - 50 juta saja...Rumah Digadaikan, kalau nunggak hingga terjadi NPL (Non Perfoming Loan) ...masuk dalam CATATAN HITAM BI. Kalau eksekusi : DiUSIR. Tapi kini, giliran BI dan Depkeu RI menunjukkan "BAD PERFOMING GOVERNANCE ACCOUNTIBILITY"..Wah: Gaji naik, berbagai Fasilitas Negara...makin hebat! Hal ini benar-benar TIDAK ADIL !!. Nah, kini Rakyat HARUS BISA MENENTUKAN ASPIRASI INDONESIA KEDEPAN TTG KEADILAN & HAK-HAK RAKYAT...Melalui Dukungan & Perjuangan Konstitusi ! (dari Kaum Profesional, Intelektual dlsb)

MARI GALANG: Perumusan dan Lahirnya Undang Undang Tentang Tanggug Jawab Renteng kepada Seluruh Pegawai Bank Indonesia dan Departemen Keuangan RI !!

Jaminkan Seluruh Assetnya & Pertaruhkan Hak SIta Tanggungan atas "PERTANGGUNG JAWABAN & KEWENANGAN DALAM MENGELOLA UANG NEGARA (Sebagai implementasi RAKYAT BERDAULAT !!), sehingga BLBI yang dikemplang Rp.1.000 Trilyun bisa kembali dan Berbagai Pajak & Keuangan Negara kembali untuk Kemajuan Rakyat !

****Rakyat adalah Berdaulat sbg Stake Holder Negara...Buang Sikap Sub-Ordinasi /MINDER thd Pemerintah, BI atau Depkeu RI ! ****

Selasa, 17 Februari 2009

KEARIFAN INDUSTRI KERJAINAN KAYU JAWA versus KEHANCURAN EKOSISTEM (Peradaban) Kalimantan, Sumatera

Tari Kancet Ledo (Kelembutan Putri Dayak) Kalimantan
Tari Kancet Papatai (Tari Perang)
Noorlailie Soewarno
Tulisan Cyber friends:
Sunan Mursyid & Noorlailie Soewarno

Kearifan, keuletan dan cermat dalam mengelola, dan seterusnya mengolah hasil sumber alam hutan di Jawa, telah menghasilkan “meubel, karya seni ukir & berbagai aksesori dari kayu” yang bukan saja dinikmati oleh masyarakat Indonesia, namun juga menembus Eropa, AS, Jepang dan mancanegara. Bahkan dengan hasil kayu Jawa dan seniman, pengrajin serta industri Jawa, juga berperan dalam andil “membesarkan” produk-2 yang “branded” menduina: DaVinci, Viveri, DuPoint, Ligna dlsb. Hasil kayu unggulan (jati & mahoni) dan “masyarakat Jawa” seolah lengket (complementaris). Namun sayangnya, hanya sebatas Jawa, dan tidak “ditularkan” kepada saudara-saudara diluar Jawa, yang kaya hutan (Sumatera, Kalimantan & Papua) kini hancur.
Mungkin usia dan typology social sesorang atau masyarakat menentukan kematangan & pengalaman dalam mengelola sumber daya (asset, uang, harta, lahan dlsb) yang dimilikinya. Jawa, sebagai daerah Pulau dengan typology social masyarakat “nJawani” bisa menjadi contoh “ketuaan & kematangan serta pengalaman”. Ambil contoh dalam mengelola “hutan produksi dan mengolah hasilnya: kayu, getah & hasil hutan. Hutan produksi di Jawa sekitar 1,5 juta hektar, yang hamper semuanya dikelola oleh PT.Perhutani, yang meliputi tanaman mayoritas Jati & Mahoni, dengan hasil kayu. Tanaman Agatis, Pinus dan Rasamala hasilkan kayu & getah. Untuk wilayah Banten, sudah mulai tanaman Akasia Mangium. Pengelolaan hutan produksi di Jawa, sejak 1990an sudah memperoleh sertifikat “Eco Labelling”, yakni hasil hutan berupa kayu, sudah diakui sebagai output produksi tanaman “budidaya” yang dikelola, dengan pola penanaman & penebangan bergilir dalam siklus 35 hingga 50 tahun. Jadi dengan luas 1,5 juta ha, Jawa setiap tahun menebang sekitar 20 ribu-25 ribu hektar hutan yang ditanam yang tersebar lebih 40 Kabupaten di Jawa. Berari Pulau~Masyarakat Jawa “menanam & menebang” dan menghasilkan kayu sekitar hampir 1 juta m3 setiap tahun “rutin~berlangsung terus menerus~tanpa putus” (sustainable). Dengan sertifikat “Eco-Labelling”, produk kayu, meuble & kerajinan dari Pulau Jawa, bisa diterima hampir di seluruh pasar Eropa, AS dan berbagai belahan dunia. Apakah produk tersebut “murni dimiliki oleh asli orang Indonesia / Jawa”??

Dalam perjalanannya, keunggulan “pengelolaan hutan produksi” dan industri+kerajinan Jawa, hamper sama mengalami saudara sekandungnya, Batik. Mereka dibiarkan “bebas bertarung dengan kekuatan Kapital dalam alam sangat Bebas & Liar”. Elit Pemerintah, akademisi, pakar Indonesia justru membiarkan mereka “bertarung bebas” dalam alam Liberalisme dengan aturan: Tanpa Aturan. Bahkan membiarkan keunggulan diserang terjebak dalam jebakan “WTO: World Trade Organization” dan Pasar Bebas. Saking bebasnya, berbagai pengusaha Korea, Spanyol, Jepang, Singapura dlsb dengan mudahnya Investasi, membuka pabrik….hingga “Kawin/ Beristeri” dengan para Wanita Jawa di Jepara, Solo, Klaten, Semarang dlsb !, untuk “mensiasati” izin usaha & investasi di Indonesia. Pakar dan “interest group” (Media besar, Power Centre) di Indonesia ikut melindungi pengusaha-pengusaha asing dengan dalih “Butuh Investor dan Free Trade”. Ringkasnya: Industri, kerajinan & seniman rakyat bertarung dengan “Kekuatan Sistemik, Integrated Pemodal & Jaringan Pasar”. Akibatnya, industri kayu dalam kelas UKM kini sebagian besar masuk dalam produk-produk untuk konsumsi dalam negeri dan sebagai “sub kontrak” dari pengusaha asing. Meski demikian, muncul juga pengusaha-2 baru yang berhasil, dan menembus pasar internasional, karena berbagai keunggulan yang dimiliki: Entrepreunership, modal, pengolahan dan Art atas desain produk. Namun jumlah nya terbatas. Pertanyaannya: Mengapa bisa terjadi demikian ?. Ya, karena tiadanya Sistem – Skenario Pemerintah yang “matang” dalam melindungi & membesarkan “rakyat/anak kandungnya”. Coba liat di Australia, Negara-2 Arab, Singapura dlsb, apakah demikian liar-bebas?. TIDAK.

Nah sekarang kita tengok bagaimana pengelolaan hutan di Kalimantan, Sumatera & Sulawesi & Papua. Hutan penghasil kayu di wilayah tersebut adalah hutan alam. Dalam periode 1970-2000, pengelolaan Hutan~ suatu istilah Lembut yang Menyesatkan, kecuali hanya Menebang, menebang & menebang, dikelola oleh Pemerintah pusat dengan Izin HPH. Hutan ibarat seperti Kue besar yang jadi Bancaan oleh Elit-elit di Pusat dan bekerjasama dengan kekuatan Modal. Hak-hak “KEPEMILIKAN” Adat Rakyat daerah DILIBAS HABIS” dengan Peraturan Pemerintah Pusat. Seluruhnya dikemas dan dilindungi dengan dalih “PEMBANGUNAN NASIONAL”. Selama 3 dekade…dan hingga kini, sudah 83 juta hektar ditebang Penebangan hutan seluas 70 x luas hutan Perhutani di Jawa, seolah sudah menyumbang Devisa Negara dan membayar Dana Reboisasi…Namun sebagian devisa yang dihimpun itupun kini sudah “AMBLAS DIRAMPOK” para Pengemplang BLBI yang KABUR ke luar negeri dan yang masih menunggak Rp.900 Trilyun. Dana reboisasi yang dihimpun pun juga jdi bancaan…Hutan seluas 83 juta ha, mungkin tidak sampai 100rb ha yang ditanami (kurang 1 permil). Pengelolaan hutan bisa diibaratkan oleh Sistem HOMO HOMINI LUPUS. Pada era 1980an, didirikan PT.Inhutani (meniru konsep Perhutani di Jawa), tetapi Hutan ditebang, Modal Habis, Hutang ke BLBI dikemplang , Bangkrut dan PT.Ihutani di bubarkan.

Jatuhnya Orde Baru, seolah mendatangkan euphoria daerah. Pada periode 1999-2004, dengan Desentralisasi pengeluaran Izin HPH dan IPK, terjadi “PERCEPATAN” penebangan yang sangat Fantastis, khususnya di Kalimantan & Papua. Kayu Merbau, Ebony, Ulin, Ramin dilibas. Hanya dalam waktu 2 tahun, Negara RRC bisa menumpuk stok kayu dari Papua 5 juta m3 !!! Dan kini produk meubel RRC menyerbu mancanegara & Indonesia dengan pola ½ ukiran mesin dan harga lebih murah. Melihat “Ambur Adulnya” system “Bad Governance” di Indonesia pada masa Megawaty & Hamzah Has, Pemerintah Malaysia, Singapura, RRC menempuh siasat “Melegalkan” semua log (kayu gelondongan, enggak peduli kayu Maling, illegal logging dari Indonesia. Bahkan yang sangat gila: para penebang liar Malaysia bekerja sama secara sistemik dengan aparat-aparat Pemda di Kalimantan, Papua dan Sulawesi…..sampai-sampai mengerahkan puluhan alat berat, tongkang dlsb. Yang bisa bisa sangat menghawatirkan bulu kuduk kita: Bisa menggeser Tapal Batas Negara !!!

Dari Uraian diatas….kini menyisakan : Kerusakan Alam yang hebat di Kalimantan, Sumatera & Sulawesi, bahkan peradaban masyarakat di daerah tersebut. Sungai-sangai alami pendangkalan hebat. Musim Hujan, Sungai-sungai meluap, berbagai Kota alami Banjir. Musim Kemarau alami kekeringan. Masyarakat Dayak di pedalaman selalu diusir usir di tanah Leluhur-Kelahirannya. Berbagai ekologi lingkungan terputus. Pranata social-ekonomi rakyat daerah yang membentuk suatu “Peradaban masyarakat yang berbudaya hampir tidak terbangun. Dalam Sosial ekonomi, Ringkasnya: wilayah penghasil hutan tetapi Tidak terbangun “Sistem Budaya Ekonomi, Industri, Pengarjin & Seniman Perkayuan Masyarakat” daerah seperti halnya di Jawa. Sumber alam hutan, seolah ditebang habis, dan selanjutnya Pemerintah, Akademisi, Pakar di Pusat dengan “ANGKUH & GENITNYA” bicara Sukses Angka Pertumbuhan Ekonomi Nasional yang dicapai dalam angka-angka prosentase !., dengan peninggalan: Kehancuran Ekosistem, Masyarakat dengan Tumpah Tanah Darahnya. Apakah yang bisa diperbuat dengan Program Departemen Kehutanan yang dikemas dalam GNRHL dengan alokasi Rp.12 trilyun tiap tahun ?? Sangat tidak signifikan…untuk mencapai perbaikan 1-2%dari 83 juta hektar saja !. Kini seolah hendak dikejar way-out jalan pintas: Konversi bekas hutan menjadi Lahan Perkebunan…CPO, tanpa perencanaan matang implikasi terhadap ekosistem dan social dalam jangka menengah-panjang, atau perencanaan yang menjamin “keberlangsungan” jangka panjang.
Fase awal akhir tahun 1990an dan awal tahun 2000, Peradaban di Kalimantan Tengah dan Barat bahkan meningalkan malapetaka yang sangat memilukan: terjadinya genocide (pembantaian) etnis Madura, dengan jumlah melebihi 5.000 orang. Suku Dayak yang selama ini hidup harmony ditengah alam hutan, banyak terusir-usir dengan HPH, dan aktifitas ekonomi di Kota pun sulit "terlibat", karena kalah maju & kalah sigap dari pendatang. Tarian Kancit Papatai suku Dayak (Tarian Perang) yang selama ini hanya diperankan dalam upacara Adat..menjadi tarian perang sesungguhnya yang sangat sangat menyedihkan, berub ah menjadi "Dancing Death" terhadap suku pendatang.
Sebagai mahluk sosial yang belajar ekonomi, sejatinya harus menyadari, bahwa masalah ekonomi sudah harus melepaslkan diri dari sifat angkuh & steril: Bahwa ekonomi tidak hanya pandai bicara “angka”, apalagi angka pertumuhan (growth). Dengan demikian, saatnya kita mulai putar haluan, kita harus memahami ekonomi yang berdimensi lingkungan dan social. Pemahaman tentang Hutan produksi di Jawa dan keterkaitannya dengan Industri-pengarjin kayu Jawa adalah contoh riil, tentang Ekonomi-Ekosistem yang dapat menjadi contoh untuk pengelolaan hutan di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Yang lebih penting, melepaskan diri mahzab pemikiran tentang Ekonomi Pembangunan Kapitalis.. Liberal yang menyesatkan dan menghancurkan, karena tiadanya “Pemihakan pada Anak Kandung Rakyat dan Roh Keberkahan Sosial” dalam Mahzab pemikiran tersebut. Harusnya kita malu & belajar dari Keterpurakan AS kini, mereka sudah bakal menjalankan Ekonomi Syariah…sebagai koreksi kegagalan Ekonomi Kapitalis.

Thanks mBak Lailie atas bahan2: Batik Lasem, Riwayat Industri Ukir Kudus dll..sangat-2 berharga !!