Minggu, 30 November 2008

Ekonomi Ekosistem, Menjaga Kelangsungan & Keseimbangan






EKONOMI HIJAU EKOSISTEM
(Greenomics)


Paradigma perekonomian & pembangunan kita harus didasarkan pada jati diri bangsa, yakni Ekonomi Kemanfaatan: Pertanian, Kerajinan, Industri, Perdagangan riil. Segala usaha, didasarkan pada kemanfaatan nyata. Bukan Value Engineering kapitalistik semu (penuh tipu muslihat). Ekonomi harus dibangun, yang mampu membangkitkan peran sosiologis masyarakat beserta potensi yang dimilikinya: lahan, daya kreatifitas, kemauan, keunggulan. Manusia dan sumber-2 aset, dikembangkan. Bila manusia berkembang (maju), niscaya akan tumbuh daya kreatifitas & daya kemajuan berikutnya. Contoh riil: lahan petani yang kini hanya rata-rata 0,5 ha/ petani, sudah saatnya ada Inovasi & kreatifitas pengolahan, baik jenis tanaman, pola penanaman, permodalan dan keterkaitan dengan pasar atau industri berikutnya. Misalnya, dengan kerusakan hutan yang mencapai 82 juta hektar, saatnya dikembangkan Visioner Hutan Mini atau Kebun Mini (hasil buah dan kayu) yang bisa mendukung dunia industri Kertas, plywood, meubel & kerajinan. Kini, kita kekuarangan kayu jenis Meranti dari hutan. Padahal pohon Duren, Kecapi, Bayur dll sangat besar potensi dikembangkan. Dalam masa 4-10 th bisa menghasilkan buah, selanjutnya pohon usia 10 th keatas bisa menghasilkan kayu. Dampak positif thd lingkungan sangat besar: menyerap air (kurangi banjir) , hasilkan O2 segar, menahan Erosi. Sungguh Ironis: Berbagai Bendungan (dam) yang dibangun dengan biaya puluhan trilyun rupiah di Jawa, kini mengalami pendangkalan hebat, 4 kali lebih cepat dari rencana, karena tidak pernah direncanakan: Usaha Perlindungan dengan Visi yang Jelas (Ekonomi Hijau: Penanaman & Konservasi) wilayah hinterland yang merupakan masyarakat pedesaan-pertanian. (Mari belajar Kisah sukses Negara Muangthai dengan Duren Montong bukan hanya memajukan masyarakat, tetapi juga merubah citra dari Negara dengan wisata Sex ke Negara Pertanian maju.). Kita harunya malu, pohon Kecapi dikembangkan Muangthai dengan rasa buah jadi Manis (aslinya Asam), dan pohon tumbuh lebih cepat besar. Pernahkan terpikir, Perkebunan Alpokat, Nangka, Matoa dll ? Padahal pohon tsb begitu MUDAH nya tumbuh, berkembang & berbuah !!!. dan besar permintaan pasarnya.


Bangsa kita, telah terbawa hanyut dalam ekonomi pasar kapitalistik, yang menampakkan “kesemuan”, bagaikan mencari fatamorgana, penuh jebakan dan ketidak-pastian. Betapa tidak. Mahzab & teori ekonomi berdasar pertumbuhan telah menyesatkan. Sumber alam, dikuasai & dikuras oleh kekuatan modal, disekuritisasi oleh perusahaan swasta (Nas & Asing), saham dijual ke pasar modal, dan jadilah: sumber alam (emas, batu-bara, migas, nickel dll) dikuasai kekuatan modal. Berlawanan dengan pasal 33 UUD.45 (Segala sumber alam, bumi, tanah & air dikuasai Negara & digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat). Begitu juga penguasaan hutan, lahan dengan HPH. Kini, sudah begitu boanyaknya pengusaan Lahan Tambang, Kawasan Penangkapan Ikan, Perkebunan, Hutan oleh swasta asing. Ekonomi nasional, begitu rawan terhadap Ancaman : Ketidak Nyambungan !. Hantaman sedikit saja terhadap gejolah harga Batu-bara, migas membawa Ancaman Krisis Energi. Bahkan Negara Agraris, tetapi RENTAN terhadap ancaman Krisis Pangan dan Kelaparan.


Saatnya, teori ekonomi & paradigma pembangunan mendasarkan falsafah alam: Ekonomi yang Menjamin Keseimbangan Ekosistem (termasuk manusia-masyarakat untuk bertahan hidup dan maju !). Better late than never. Kami galang ekonomi hijau, dengan Visioner Hutan Mini dan Kebun Mini. Bibit tanaman kami usahakan secara “self Financing”. Kami juga hasilkan produk “Kerajinan” berupa meja Solid dari pohon budidaya: kayu Mahoni, Jati, Mangga dan kayu Duren (Bukan Kayu Hutan). Apabila anda tertarik, call me dan dukung kami !!. Kami men-desain, membuat, mengukir Karya Meja Solid sebagai Usaha Halal untuk Greenomics.


The Aristokrat Solid Table and Greenomics.


Sunan Mursyid 0812 10 266 099



Sabtu, 08 November 2008

Karya~Industri Batik Kita




KELEMBUTAN KARYA BUDAYA JAWA
MENGHADAPI GEMPURAN & PENGINGKARAN:
KASUS: Industri BATIK & KAYU di Jawa

(Sunan Mursyid)


Falsafah budaya Jawa, yang diresapi dan membentuk karater manusia-masyarakat Jawa telah melahirkan sosok peradaban masyarakat yang memiliki kearifan hati, keluhuran budi dan keteguhan jiwa yang memberikan keberkahan hidup, dalam kiprah dari hari ke hari ~ hasil mengolah sumber daya alam dan bahan industri ~ menjadi kerajinan batik (membatik) dan kerajinan kayu (nyerut, ngukir, mahat dan nyetel). Falsafah Jawa yang bernuansa kelembutan itulah, yang kini menjadi tonggk penghidupan – dan suatu gumpalan industri unggulan yang telah memberikan contoh peradaban yang maju. Meskipun kemajuan peradaban itu telah diingkari-dikhianati secara terencana-sistematis dalam masa Orde Baru, kearifan dan keteguhan jiwalah yang tetap menjaga kedua industri kayu dan batik mampu bertahan dan maju.

Kita dengar keseharian nasehat para orang tua pada anaknya, Le, gemi setiti ati-ati (Nak hemat dan hati-hati), Alon-alon waton kelakon (pelan-pelan asal berjalan), Becik ketitik Olo ketoro (baik-benar tertandai, salah-jelek akan kentara-jelas), Ojo dumeh (jangan sombong), gawean kudu ditresnani (pekerjaan harus diresapi-disenangi) adalah kata-kata singkat pesan yang membentuk watak pada anak, dengan contoh nyata yang diberikan. Kain batik yang kini menjadi kebanggaan kerajinan nasional, adalah hasil perpaduan seni dan industri, yang dimulai dari :
* Penggambaran sketsa desain (motif) oleh seni rupa tangan pensil diatas kain
(mori), bermotifkan nuasa alam daun, bunga atau l;ingkungan sekitar,
* Penulisan atas motif diatas kain dengan Canting (alat pelukis diisi cairan
malam (bahan lilin) panas-encer, atau dengan cara diCap yang telah dicetak dari tembaga, untuk menutup motif yang dibentuk dari proses pencelupan,
* Pencelupan (medel) kain yang telah di cap atau dicanting dengan air dan bahan
pewarna yang dipanaskan, untuk mewarnai bagian yang tidak tertutup,
* Pengeringan dan pengerokan (pengelupasan) malam yang melindungi. Proses
diulangi dengan
penutupan lilin untuk motif lagi dan pencelupan berikutnya.
Proses diatas dilakukan secar cermat, pelan-pelan rutin dari pagi hingga sore hari, yang dilakukan oleh wanita (ibu-ibu) untuk Pencantingan ~ sambil mendengarkan tembang-tembang Jawa atau cerita Ketoprak sebagai inspirasi yang menjiwai kain batik. Pencelupan (pewarnaan) oleh pria. Untuk bahan kain ukuran lebar 110 cm dan panjang 200 cm, memerlukan waktu proses hingga 15-20 hari, tergantung pada kerumitan motif, kombinasi warna dan kehalusan gambar. Hasil penjualan kain batik dengan proses tangan (penulisan tangan) yang rumit dan sangat halus dengan bahan sutera bisa mencapai Rp.7–20 juta. Sedang dari bahan kain katun primisima, dapat mencapai Rp.2-5 juta. Ketekunan proses setiap hari dari buah kreasi seni, kerja fisik dan proses industri inilah yang menghasilkan produk kain batik berkualitas ~ yang digandrungi di berbagai negara. Budaya gemi-setiti (hemat & teliti) selain diterapkan dalam membatik, juga menabung sedikit demi sedikit, yang berlangsung setiap hari. Hasilnya, secara pelan dan pasti, muncul pengusaha-industri batik yang cukup tangguh di Solo, Yogya, Pekalongan dll.

Industri kerajinan kayu (ukir-pahat) di Jawa telah melahirkan peradaban masyarakat pengarjin kayu yang terkenal dengan hasil Ukir-ukiran & pahatan di Jepara. Filofofi sederhana dalam hidup keseharian dan proses pembuatan dilakukan secara teliti, dari pemilihan bahan kayu (Jati), pembelahan, pemotongan, pengambaran motif, dan pengukiran serta penyetelan hasil ukir-2an. Hasil kerjainan kayu Jepara yang tergolong paling rumit adalah Relief ~ berupa ukir-2an berbentuk 3 dimensi, yang biasanya bermotifkan perang Bratayuda, Arjuna dlsb yang diambil dari cerita pewayangan. Proses ketekunan, desain, mengukir, menyetel, mlitur (finishing) inilah yang menjadikan ukir-ukiran kerajinan kayu memberikan hasil yang penuh berkah bagi msyarakat Jawa, di Jepara, Solo, Kudus, Yogya, Banyuwangi dll. Khusus Jepara, hasil ekspor industri kerajinan kayu ke manca negara telah melebihi Rp. 1 triliun setiap tahun.

Curahan ekspresi dengan penuh kelembutan sepenuh hati, dalam melaksanakan kerja, menikmati hidup dari hasil kreasi dan keringat, memberikan atmosfir & nuansa kehidupan yang sungguh nyaman. Uang sepenuhnya dari hasil inilah yang memberikan jiwa Arif masyarakat Jawa, sehingga berkomunikasi dan ngobrol pun terasa lebih hidup.

Gambaran dalam 2 (dua) masyarakat Batik dan Pengrajin Kayu diatas, mengalami pertempuran hebat dengan masuknya Perusahaan dengan kekuatan Kapital, baik di Solo-Yogya-Pekalongan dan Jepara. Di Jepara, perusahaan besar dengan dukungan modal dari Italia, Korea Selatan, Singapura dan Belanda, sangat ramai masuk dan menyedot pekerja / pengrajin lokal Jepara. Demikian pula di Solo, pengrajin batik banyak disedot dan dijadikan “pekerja” atau buruh. Bahkan pada masa 1975 –1980 Industri kerjaninan Batik mengalmi tekanan “persaingan yang sangat tidak adil” oleh Kebijakan Pemerintah: Pembatasan kredit bank hanya Rp.50 juta, dan tekanan diberlakukan Pabrik Batik Cetak (Printing) dan pengadaan seragam sekolah & pegawai negeri (korpri) pada beberapa industri batik Non-Pri dalam jumlah besar. Konyolonya, Pak Harto dan Ibu Tien adalah putra-putri kelahiran Solo, justru kurang melindungi. Akibatnya, jumlah pengrajin dan industri batik menurun drastis, kios Pasar Klewer Solo sebagai kebanggaan pasar Batik terbesar di Jawa banyak yang dijual ke warga Non-Pri, banyak pengrajin tulen berpindah profesi jadi pekerja (buruh). Demikian pula industri-pengrjin kayu Jepara, menghadapi tekanan-persaingan dari perusahaan besar dengan kekuatan modal besar & jaringan pasar. Pemerintah dalam masa Orba, Habibie, Gus Dur dan Mega pun tidak menunjukkan komitmennya dalam melindungi apalagi membesarkan mereka sebagai pribumi Indonesia (pengkhianatan). Manakala kita bicara pribumi atau membahas pribumi dalam dialog-seminar dituduh melanggar SARA oleh Pemerintah, pakar sesat dan bahkan media pers (Suku agama ras & antar keturunan), padahal kebijakan yang dilakukan dipenuhi SARA ~ ibarat Maling teriak maling.

Matikah industri Batik dan Pengrajin Kayu di Jawa oleh pengkhianatan tersebut ?. Sejatinya falsafah Jawa dalam peradaban yang memperoleh keberkahan itulah yang melindungi dan menjaga, eksistensi dan kelestariannya.

Kajian ringkas diatas, haruslah memberi gambaran tentang pengingkaran bagi kaum generasi muda dan pribumi untuk sadar dan menggalang kebangkitan, untuk mengambil langkah memperjuangkan Hak-hak warga Pribumi dan mengawasi Pemerintah-Legislatif dalam memegang Amanat Rakyat dan Kewajibannya pada pribumi – yang pada akhirnya adalah Wujud Hakiki dan Tanggung Jawab Pemerintah pada rakyat. Kaum muda mari berjuang secara kompak untuk kemajuan kaum pribumi.

Selasa, 04 November 2008

SOLAR ENERGY for SUSTAINABLE POWER GENERATION










Solar Energy Power Generation is The Solution

Here we provide the solar energy power generation, built in mountain village "Pringsewu-Pacitan" (The Village of the Mother of the President of Indonesia, Soesilo Bambang Judoyono), provided by The Ministry of Energy & Mineral with cooperation with PT.Altari Energy.The Power House System developed is the first, generating 17 kva electricity, capable to provide for 126 houses (family). Each family benefits for lighting, watching television, and tape/radio. This is one of next solution for Sustainable Power Generation facing the scarcity & costly of gas & oil in the world. PT. Altari (Alhamdulillah ada Matahari ~ Thanks God, YOU give us The Sun) is The Indonesian Company, dedicated for Green Economy.