Sabtu, 23 Mei 2009

Ekonomi Pasar Kapitalis "super Bebas" (Neo Lib) : ADA ...TIDAK ??? Bagikan




Catatan berikut cukup menjawab ada atau tidaknya Neo Lib di Indonesia. 1. Anda sering berbelanja di Indo Mart atau Alfa, nah itu merupakan jaringan berupa "mini market" yang terbangun - terintegrasi secara horisontal, mulai dari Pabrik (Indo Food), mitra Pabrik (Garuda Food) dan berbagai sumber produsen dalam satu Holding Company dengan ribuan hingga puluhan ribu mini market di seluruh daerah (s/d RW) di Indonesia. Network integrasi Pabrik (produsen) dengan distribusi ini sudah menjadi "sistem usaha yang terbangun rapi, bagaikan circle yg menjamin tersalurnya / terjualnya / terikatnya produsen dengan pasar, dan bagian bagiannya sudah menjadi mesin pencipta laba (uang) atau value added centre yang pasti, dengan mengalahkan "pesaing pesaingnya" !. Pabrik dan jaringan ini menghasilkan lebih dari 1000 jenis produk konsumen , mulai Kecap, Sabun, indomie, makanan, parfum dlsb. Pabrik dan network distribusi yang rapih menembus ke pemukiman / perumahan, menjadi kekuatan yang sangat ampuh melibas pesaing-pesaingnya. Ambil saja Kecap, Saus, Syrop ABC, bertahap tapi pasti "melibas" pesaing produk serupa. Akibatnya ?. Produsen-2 serupa yang masuk dalam usaha "UKM (usaha kecil menengah) gugur (bangkrut)...kalah bersaing !!. Nah belum lagi jaringan mini market, kini mulai melibas "warung warung, kios atau toko toko PD yang hampir 90% masuk usaha "mikro" mulai sesak nafas, dan banyak yg hanya bertahan "menyambung hidup / nyawa. Bisa dibayangkan, omzet Indofood th 2008 sudah diatas Rp.35 trilyun !, Belum produsen-2 dlam satu holding produk konsumen non makanan. Varian usaha mini market dengan "Franchising" adalah siasat kemitraan dlm distribusi, dengan modal awal sekitar Rp.1 miliyar merupakan "perluasan dan Zerro resiko pada tingkat paling ujung dengan konsumen. Apa dampaknya ?. Integrasi usaha "Industri-mini market" menjadi "mesin Pabrik Laba (Uang)" secara sistemik dari suatu kekuatan Kapitalis, dan kini Kapitalis itu menjadi "DAYA HISAP (bagai Blackhole)...bukan saja Laba, tetapi mematikan usaha UKM ! KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) yang dibentuk Pemerintah...hanya bagai "gincu gincu" pemanis Anti Trust dan Macan yang ompong.

2.Di sektor Pertambangan, kita tengok "tambang batubara". Dengan mudah & murahnya Kuasa Penambangan (KP) diperjual belikan, akibatnya, kekuatan Kapital (Uang) membeli KP. Pertambangan ini memang butuh "uang segar yang siap" untuk mengurus Izin dan Biaya Prasaran serta Operasi. Sebut saja kasus PT. Banpu perusahan pertambangan batu bara dari Muangthai. Tahun 2008 perusahaan ini Go Publik, berhasil mengeruk modal Rp.3,5 trilyun. Kemudian PT.Adaro go Publik menjual sebagian saham, memperoleh modal Rp.12,5 trilyun. Padahal modal untuk bisa Go Publik tidak sampai Rp.0,5 trilyun !! Caiptal gain bisa untuk membeli (perluasan) KP. Dasar penghitungan untuk menjual saham adalah "Kalkulasi deposit, penjualan dan prospek laba usaha". Artinya, sebenarnya menjual "sumber-sumber dalam perut bumi Indonesia. Perizinan dipegang ketat, dan komitmen pasar (luar negeri) rapih, perusahaan dalam bidang batu bara seterusnya mengeduk isi perut bumi dan mengirim dengan Tongkang / Mother vessel ke seluruh pelosok dunia. Begitu arus transaksi berjalan, dan modal diperoleh dengan "Capital Gain", makin kuat saja modal berikut untuk membeli KP yang ditawarkan, dan makin luas yang diuasai. Akibatnya?...Nah dengan komposisi 65-70 % batu bara dijual keluar (RRC, Eropa, Korea, Jepang dlsb), dan bila harga naik...maka kebutuhan dalam negeri terjadi Shortage (kekurangan)...Di tahun 2008 pun PLN alami kekurangan batu bara, bahkan berbagai propinsi Kalimantan yang jadi sumber batu bara juga alami kekuarangan !! Bahkan tidak lagi mampu membeli, karena kalah bersaing dengan pesaing luar. RRC, Amerika Serikat, Muangthai dan berbagai negara Eropa masih "menyimpan sumber batu bara", belum mengolah. Indonesia yang hanya masuk perikngkat 9/10 deposit batu bara jadi "rebutan..bancaan"...karen
a mudah, murah relatif dengan "Modal" yang dibutuhkan. Yang mengenaskan: Beberapa Pemda Kalimantan yang hendak mbangun rumah sakit butuh investasi Rp.50-100 milyar, harus mengemis-ngemis ke sluruh dunia !!.. Jadi jangan heran apabila seorang Aburizal Bakrie mendadakl jadi orang terkaya dg kekayaan lebih Rp.125 trilyun, dengan KP lebih 500.000 hektar, karena Sistem yang ada "memungkinkan" demikian !. Kasus serupa juga bisa kita tengok Air Minum (Aqua), tambang Migas dlsb.

3.Nah menarik adalah 3 operator Telekomunikasi "non celluler" (Telkomsel, Excelmindo Pratama, Indosat) yang menguasai pangsa pelanggan lebih 40 juta, dan kemudian membuat kesepakatan "tarrif"..alias monopoly. Bayangkan selama 5 tahun 2002-2007, dengan tarif Rp.350/sms....berapa puluh trilyun "uang pelanggan" terhisap dengan Kartel Kekuatan Kapiltal Telekomunikasi ?...Lebih Rp.100trilyun ! Coba perhatikan kini saingan telkomunikasi basis CDMA dengan GSM...makin sengit kan, tetap saja 3 operator basis GSM se Indonesia yang masih kuasai. Dua operator Hutchison dan Bakrie Telecom, mengakui meneken perjanjian kerja sama dengan operator lain. Dalam perjanjian Hutchison dengan XL, tertera bahwa Hutchison tak boleh menjual layanan SMS di bawah tarif termurah XL, yaitu Rp 250 per SMS. Nah, masalah muncul saat Hutchison yang punya merek dagang 3 (Three) ini membandrol SMS lintas operator (off net) hanya Rp 100 per SMS. Bagi Hutchison, tarif sebesar itu sudah di atas biaya produksi mereka. Alias mereka sudah bisa mendapat untung.Hitungan Hutchison ini ternyata tak beda jauh dengan penghitungan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang diumumkan pertengahan tahun lalu. Menurut anggota BRTI, ongkos produksi tiap SMS off net berkisar Rp 76.

4. Bangkitnya RRC sebagai negara yang taat pada "ekomomi riil"..yakni memproduksi memproduksi dan memproduksi..barang apapun, mulai peniti, pertanian, buah sampai mobil dan Pabrik !, telah menimbulkan "Economic Turbelence" (Badai ekonomi) ke sulurh dunia ! AS kena dampak hebat ! Berbagai produk tersaingi dengan harga jauh lebih murah ! Kini Indonesia juga mengalami, mulai tekstil, industri, pabrik hingga kini ke "industri militer"! Kekuatan modal yang maha dahsyat RRC telah menekan "George Bush" merengek rengak pada Hu Jintao (PM RRC) minta membeli obligasi USD 1,700 miliar (Sekitar Rp.1700 Trilyun) untuk memulihkan ekonomi AS, sebesar Rp.870 trilyun untuk Bail-Out.. Sulit untuk membendung kekuatan modal & daya saing RRC dalam pasar bebas dunia, apalagi Indonesia yang lemah Strategi, Komitmen dan besar korupsinya. Kekuatan RRC yang akan bersinergi dengan Kartel Kapitalis di Indonesia dengan ekonomi pasar bebas.. jelas akan menimbulkan badai berikut, akibat terciptanya daya hisap dari kekuatan sinergis Black-hole Kapitalis dan kaidah Pasar Bebas !.

5. Mungkin tulisan berikut kita bahas : ekonomi MONEY makes MONEY dari pasar bebas dunia dan Indonesia yang telah membuat "BLEEDING BANK INDONESIA", menyedot Devisa Nasional !!

Nah.....ADA atau TIDAK Neo Lib di Indonesia ?
Heran juga kalau Prof.Boediono didepan para ketua Parpol Koalisi menyatakan: Tidak ada Neo Lib di Indonesia. Usul saya: coba undang Adi Sasono, Dawam Rahardjo, Prof.Sri Edi Swasono, Prof.Dawam Rahardjo yang paham. Soalnya par ketua parpol hanya mengangguk angguk mengiyakan.... he he he he. Makin lucu ya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar